Saturday, March 8, 2014

Pidato Pak Rektor

New semester, new lessons to take, new teachers.

Hari Jumat kemarin adalah pertemuan pertama mata kuliah Pengantar Kesusastraan Umum, sekaligus pertemuan pertama dengan Bapak Puji yang mengampu mata kuliah tersebut. Orangnya menyenangkan, tidak kaku, banyak bercerita tapi tidak lupa dengan topik awal, dan guyonannya tidak payah.

Di satu titik, Bapak Puji berkata, "Tiap tahun, pidato rektor pada saat wisuda selalu sama. Tapi itu selalu berhasil membuat semua orang menangis. Padahal cuma satu kalimat, tapi selalu berhasil menembus sanubari para wisudawan dan orangtua."

"Saya mau, setelah ini, kalian semua membalikkan badan. Pergi ke orangtua kalian. Lalu ucapkan dua kata sederhana. 'Terima kasih'."

"Setiap kali rektor mengatakan hal ini, belum lagi mereka balik badan, belum lagi mereka pergi ke orangtua masing-masing, tapi semuanya pasti sudah mulai menangis."

Masalahnya, Pak Puji--saya bahkan belum wisuda, belum berada di gedung ACC, belum memakai toga dan belum mendengarkan pidato rektor--

--tapi saya sudah menangis.

Tidak bisa saya menahan air mata yang menggenang di pelupuk. Teman-teman saya tersenyum geli melihat saya berkaca-kaca, tapi mau bagaimana lagi. Karena topik orangtua selalu jadi topik sensitif buat saya. Orangtua adalah orang paling berharga dalam hidup saya.

Otou-san. Okaa-san. Arigatou.

No comments:

Post a Comment